Selasa, 12 Juni 2012

MAKALAH
ASURANSI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih muamalah yang diampu oleh :
Drs. MULTAZIM A.A, M.Ag



Disusun oleh :
Faridatun Nadifah
Frida Ari S
Fajar Fitriani
Halimatus S
Hadzirotul Qudsiah


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) IBRAHIMY
GENTENG – BANYUWANGI
2012
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim
     Segala puji hanya bagi Alaah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq dan inayahNya kepada kita semua. Shalawat beserta salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita yakni Sayyidina Muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat.
    Rasa terima kasih Kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu Kami, baik berupa saran, masukan dan dorongan dan terkhusus kepada dosen pembimbing : Drs. MULTAZIM A.A, M.Ag sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini walaupun dalam bentuk sederhana.
   Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan (tiada gading yang tak retak). Sebab itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat Kami harapkan demi kesempurnaan makalah fiqih muamalah ini untuk masa mendatang.
   Akhirnya dengan harapan serta do’a, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi segala kalangan, amin.



                                                                                                            Genteng, 24 April 2012
                                                                                                                    Tim Penyusun








i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………….........................  i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………… ii
BAB 1             PENDAHULUAN………………………………………………………….  1
A.    Latar Belakang………………………………………………………… 1
B.    Rumusan Masalah……………………………………………………... 1
C.    Tujuan………………………………………………………………….  1
BAB II             KERANGKA DASAR……………………………………………………    2
A.    Definisi………………………………………………………………….      2
B.    Macam-macam Asuransi……………………………………………….      3
BAB III           PEMBAHASAN…………………………………………………………… 4
A.    Pendapat Ulama tentang Asuransi…………………………………….  4
B.    Tinjauan Fiqih tentang kontrak Asuransi………………………………      6
C.    Perbedaan antara Asuransi konvensional
Dan Asuransi syari’ah…………………………………………………. 8
BAB IV           PENUTUP………………………………….……………………………… 10
A.    Kesimpulan…………………………………………………………….. 10
B.    Saran…………………………………………………………………… 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 11







ii
B A B  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

     Di era yang semakin modern ini, maka semakin berkembang pula problematika kehidupan manusia. Problematika itu muncul dari berbagai lini kehidupan, baik itu dari segi agama, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.Dengan demikian maka manusia mencari solusi dari problematika yang dihadapinya. Salah satu cara yang ditempuh dengan mengikuti berbagai macam asuransi, akan tetapi mereka tidak tahu hukum syari’atnya secara pasti. Maka dari itu kami mengangkat masalah asuransi ini yang kami ambil dari berbagai sumber. Dengan harapan makalah ini dapat memberi suatu pencerahan bagi pelaku-pelaku asuransi, khususnya umat islam.

B.    Rumusan Masalah
1.     Bagaimana hukum asuransi dalam islam ?
2.     Bagaimana tinjauan fiqih terhadap kontrak asuransi ?
3.     Apakah perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syari’ah ?

C.    Tujuan
1.     Mengetahui hukum asuransi dalam islam.
2.     Mengetahui tinjauan fiqih tentang asuransi.
3.     Mengetahui perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syari’ah.










1
B A B  II
KERANGKA DASAR
A.    Definisi

Ø  Menurut pasal 246 wetboek van koopbandel (kitab undang-undang perniagaan) bahwa asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. (masyfuk zuhdi, 1986:162)
Ø  Menurut fuad moh fachruddin : asuransi adalah perjanjian peruntungan.
Ø  Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie (asuransi), yang dalam hukum Belanda disebut dan verzekering yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa Inggris, asuransi disebut insurance bermakna asuransi juga jaminan, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Bila merujuk kepada Bahasa Arab, padanan kata Asuransi adalah تأمين (ta’min).
Ø  Pengertian asuransi dalam konteks usaha perasuransian menurut syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator dan intermediasi hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunah [2].






2


B.    Macam-macam Asuransi

    Asuransi yang terdapat pada Negara-negara di dunia ini bermacam-macam, hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesutau yang diasuransikan . untuk lebih jelasnya, macam-macam asuransi itu dalah :
a.      Asuransi Timbal Balik
Merupakan sebuah asuransi yang terdiri dari beberpa orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka diwaktu mendapat kecelakaan.
b.     Asuransi Dagang
Sebuah asuransi yang terdiri dari beberapa manusia yang senasib bermufakat dalam mengadakan pertanggung jawab bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota kelompoknya yang telah berjanji itu, seluruh orang yang bergabung dalam perjanjian tersebut memikul beban kerugian itu dengan cara memungut iuran yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama untuk meringankan teman semasyarakat.
c.      Asuransi Pemerintah
Asuransi yang menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita di waktu terjadinya suatu kejadian yang merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintah menanggung kekurangan yang terdapat karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil daripada harga pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita di waktu kerugia itu terjadi.
d.     Asuransi Jiwa
Asuransi atas jiwa orang-orang yang mempertanggungkan atas jiwa orang lain, penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan namamya dalam polis apabila yamg mempertanggungkan (yang ditanggung) meninggal dunia atau sesudah melewati masa-masa tertentu.
e.      Asuransi atas bahaya yang menimpa badan
Asuransi dengan keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan diri sendiri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan atau asuransi-asuransi atas penyakit-penyakit tertentu.
f.      Asuransi terhadap bahaya-bahya pertanggung jawab sipil.
Asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, dan yang lainnya.





3

                             B A B III
                   P E M B A H A S A N


A.      Pendapat Ulama tentang Asuransi

     Masalah asuransi dalam pandangan ajaran islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh al-qur’an dan as-sunnah secara eksplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hambaldan para mujtahid yang semasa dengan merekatidak memberikan fatwa mengenai asuransi, karena pada masanya asuransi belum dikenal system asuransi baru dikenal di dunia timur pada abad XIX Masehi. Dunia Barat sudah mengenal system asuransi ini sejak abad XIV Masehi, sedangkan para ulama mujtahid besar hidup pada abad II s.d IX Masehi.
    Di kalanagan ulama atau cendikiawan muslim terdapat empat pendapat hokum asuransi, yaitu:
a.      Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasukasuransi jiwa, kelompok ini antara lain : sayyid sabiq (dalam kitab fiqih as-sunnah), Abdullah al-qalqili, alasannya antara lain :
·       Asuransi sama dengan judi.                                                                              Padahal Allah SWT dalam Al-Quran telah mengharamkan perjudian, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat berikut: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya." (QS. Al-Baqarah: 219)
·       Asuransi mengandung unsur riba.                                                Sebagian ulama lewat penelitian panjang pada akhirnya mnyimpulkan bahwa asuransi (konvensional) tidak pernah bisa dilepaskan dari riba. Misalnya, uang hasil premi dari peserta asuransi ternyata didepositokan dengan sistem riba dan pembungaan uang.Padahal yang namanya riba telah diharamkan Allah SWT di dalam Al-Quran, sebagaimana yang bisa kita baca di ayat berikut ini:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.”
 (QS. Al-Baqarah: 278)
Maka mereka dengan tegas mengharamkan asuransi konvensional, karena alasan mengandung riba.




                                                   4

           

·       Mengandung unsur eksploitasi.
Para ulama juga menyimpulkan bahwa para peserta asuransi atau para pemegang polis, bila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi. Inilah yang dikataka sebagai pemerasan (eksploitasi).      
·       Hidup dan matinya manusia dijadikan obyek bisnis, yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
Meski alasan ini pada akhirnya menjadi kurang populer lagi, namun harus diakui bahwa ada sedikit perasaan yang menghantui para peserta untuk mendahului takdir Allah.Misalnya asuransi kematian atau kecelakaan, di mana seharusnya seorang yang telah melakukan kehati-hatian atau telah memenuhi semua prosedur, tinggal bertawakkal kepada Allah. Tidak perlu lagi menggantungkan diri kepada pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
Padahal takdir setiap orang telah ditentukan oleh Allah SWT sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Quran.
Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. (QS. Al-Hijr: 4)
Itulah hasil pandangan beberapa ulama tentang asuransi bila dibreakdown isinya. Ada beberapa hal yang melanggar aturan dalam hukum muamalah..


b.     Membolehkan semua asuransi dalam prakteknya dewasa ini.
Pendapat ini dikemukakan oleh Wahab Khalaf, MustafaAhmad Z, dan lain-lainnya. alasannya antara lain :
·       Pada dasarnya Al-Quran sama sekali tidak menyebut-nyebut hukum asuransi. Sehingga hukumnya tidak bisa diharamkan begitu saja. Karena semua perkara muamalat punya hukum dasar yang membolehkan, kecuali bila ada hal-hal yang dianggap bertentangan.
·       Karena pada kenyataannya sistem asuransi dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
·       Asuransi telah nyata menyantuni korban kecelakaan atau kematian dalam banyak kasus, termasuk juga pada kerusakan atau kehilangan harta benda, sehingga secara darurat asuransi memang dibutuhkan.






5


B.     Tinjauan fiqih tentang kontrak Asuransi
Secara global, dasar filosofis adanya asuransi dalam tinjauan fiqih muamalah merupakan hal yang mubah (boleh) yaitu adanya usaha atau upaya antisipasi terhadap resiko, sesuai dengan kaidah umum dalam muamalah yang menyatakan bahwa "pada dasarnya tiap transaksi muamalah adalah diperbolehkan, kecuali ada hal yang menjadikanya dilarang (yang mengharamkanya).
Namun demikian, untuk melihat secara objektif apakah ada hal yang membuat transaksi dalam asuransi itu dilarang perlu kita lihat dari berbagai aspek baik prinsip, konsep dasar, maupun mekanismenya. Secara lebih spesifik bisa kita lihat dari beberapa aspek berikut:
1. Akad (kontrak)
Kejelasan akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah tidaknya secara syariah. Demikian halnya dengan asuransi. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, apakah akadnya jual beli (tabaduli) atau tolong menolong (takafuli)
Dalam asuransi konvensional, terjadi kerancuan/ketidakjelasan dalam masalah akad dengan mekanisme atau prakteknya dilapangan. Pada asuransi konvensional dilihat dari karakteristiknya, akad yang mendasari yaitu akad jual beli (tabaduli). Oleh karena itu, seharusnya syarat-syarat dalam jual beli harus terpenuhi dan tidak boleh dilangar ketentuan syariahnya.
Dalam asuransi konvensional terjadi cacat dalam akadnya karena ada unsur ketidakjelasan (gharar), yaitu berapa besar yang akan dibayarkan kepada pemegang polis  (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non saving). Dengan demikian maka konsekwensi dari akad dalam asuransi konvensional, dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi.
Berbeda sekali dengan konsep tolong menolong (takafuli) atau tabaru. Tabarru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful, ketika diantaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam suatu rekening khusus, dimana apabila ada yang terkena musibah, dana klaim yang akan diberikan adalah dari rekening tabarrru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta takaful untuk saling menolnng. Sehingga konsekwensi dari akad takaful, dana yang terkumpul adalah milik peserta dan perusahaan asuransi  tidak boleh mengklaim dana tersebut miliknya.


6

2. Adanya Unsur Riba
Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan sebagian dananya dengan bunga. Dengan demikian asuransi konvensional selalu melibatkan diri dalam riba. Demikian juga dengan perhitungan terhadap peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan, dan hal inilah yang bertentangan dengan syariah.
3. Adanya Unsur Maisir dan Gharar
Dalam mekanisme asuransi konvesional, maisir (untung-untungan) muncul sebagai akibat status kepemilikan dana dan adanya gharar. Baiul gharar menurut wahbah Zuhaili (1984) adalah jual beli yang mengandung resiko bagi salah seorang yang mengadakan akad sehingga mengakibatkan hilangnya harta. Fator inilah yang dalam asuransi konvensional disebut maisir (gambling).
Dalam asuransi kovensional terdapat unsur gharar yang pada giliranya menibulkan qimaar. Sedangkan al qimaar sama dengan al maisir. Adanya unsur al maisir karena adanyaunsur gharar, terutama pada akasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum akhir periode polis asuransinya namun telah membayar sebagian preminya, maka tanggunganya akan menerima sejumlah uang tertentu sebagamana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahuka kepada pemegang polis. Hal ni dipandang sebagai maisir. Unsur ini pula yang yang terdapat dalam bisnis asuransi dimana keuntungan yang diperoleh tertangung dengan pengalaman si penanggung keuntungan dipandang sebagai hasil dari mengambil resiko bahkan sebagai hasil kerja riil.
4. Dana Hangus
Hal lain yang sering dipermasalahkan oleh para ulama pada asuransi konvensional adalah adanya dana hangus, dimana peserta yang tida dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana peserta itu hangus demikian pula asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus yang sekaligus berarti menjadi milik pihak asuransi.





7


C.     Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah
Secara ringkas perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

keterangan
Asuransi konvensional
Asuransi syariah
Akad
Tabaduli (jual beli)
Takafuli (tolong menolong)
Investasi dana
Investasi dana berdaarkan bunga (riba)
Investasi dana berdasarka syariah dengan system bagi hasil
Kepemilikan dana
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milk perusahaan. Perusahaan bebas untuk menentukan investasinya
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya
Pembayaran klaim
Dari rekenig dana perusahaan
Dari rekening tabarru (dana kebajikan) seluruh peserta.
keuntungan
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
Dibagi antara perusahaan dengan peserta (sesuai prinsip bagi hasil/Al-Mudharabah)
Dewan Pengawas Syariah
Tidak ada
Fungsinya mengawasi produk yang dipasarkan dan investasi dana.














8
B A B  IV
P E N U T U P
A.    Kesimpulan
1.     Masalah asuransi dalam pandangan islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh al-qur’an dan as-sunnah secara eksplisit, sehingga dikalangan ulama atau cendekiawan muslim muncul dua pendapat. Yaitu mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya. Dan yang lain membolehkan semua asuransi dalam prakteknya dewasa ini.
2.     Secara global, dasar filosofis adanya asuransi dalam tinjauan fiqih muamalah merupakan hal yang mubah (boleh), kecuali ada hal yang menjadikannya dilarang (mengharamkan).
3.     Dalam asuransi konvensional menggunakan aqad jual beli, sementara dalam asuransi sya’riah menggunakan aqad tolong-menolong.

B.    Saran
Ø  Kepada para dosen yang mengajar di sekolah tinggi agama islam baik negri/ atau swasta, diharapkan mengajarkan tentang bab asuransi baik konvensional/syari’ah agar mahasiswa mengerti tentang asuransi dengan benar menurut islam
Ø  Kepada ustad dan ustadah diharapkan dapat mengajarkan kepada masyarakat tentang asuransi, karena banyak masyarakat kiata yang belum memahami tentang asuransi dan hukumnya, baik asuransi konvensional maupun syari’ah.
Ø  Kepada rekan-rekan mahasiswa diharapkan mempelajari ekonomi islam khususnya asuransi, agar lebih memahami hukum-hukumnya.








9

DAFTAR PUSTAKA

Fachrudin, Fuad Muhammad, 1985. Riba dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi. PT. Al-Ma’arif: Bandung,
 Suhendi, Hendi., 2002. Fiqih Muamalah. PT. RajaGrafindo: Jakarta.
 Zuhdi, Masyfuk., 1986, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya.